Aksa sedang tidak baik

Shanine langsung meletakkan ponselnya di kasur setelah menyelesaikan percakapannya dengan Aksa tadi. Gadis itu kini sedang bersiap-siap pergi ke tempat makan favorit Aksa kala sedang sedih—warung bubur dekat sekolah mereka. Bersiap-siap ala Shanine kali ini bukan melakukan make up atau memilih pakaian paling cantik. Gadis itu hanya mempertimbangkan dinginnya angin malam sehingga ia memakai hoodie abu-abunya, celana panjang, memakai kaus kaki, dan sepatu kets kemudian memesan ojol. Selagi menunggu ojolnya datang, gadis itu membuat air madu hangat dan ditempatkannya di dalam termos kecil, ya, Aksara sangat suka meminum minuman itu kala sedih, itu bisa membuatnya lebih baik. Setelah semuanya siap, Shanine langsung pergi menyusul Aksa.

Gadis itu turun dari motor dan memberikan uang pada abang ojol yang baru saja mengantarnya. Shanine langsung berjalan memasuki warung bubur tersebut dan mencari pria bernama Aksa. Cukup lama gadis itu mencari, hingga dua menit setelahnya ia langsung menghampiri pria yang dimaksud.

“Oi,” sapa Shanine kemudian duduk di samping Aksa. Sedang yang disapa hanya menoleh kemudian kembali melamun.

“Lo udah pesen buburnya Jun? Kok ga ada tanda-tanda lo makan?” tanya Shanine lagi. Aksa hanya menggeleng.

“Air madu,” pinta Aksa pelan.

“Oh, iya iya nih gue bawain air madu, ckckck gue tau lu pasti butuh,” balas Shanine sembari menyodorkan termos kecil berisi air madu hangat kepada Aksa.

Thanks Mbul.”

“Jun, gue pesenin bubur ya? Lo belom makan kan?”

“Ya, ga pake kacang.”

“Iya tau.”

“Adukin juga buburnya.”

Shanine sedikit terkejut, “Ih tumben biasanya bukan tim aduk.”

“Ya.”

Gadis itu kini hanya menatap sahabatnya datar kemudian memesan dua porsi bubur. Kali ini patah hati Aksa sepertinya cukup parah, pikirnya. Sesuai perintah, Shanine langsung mengaduk bubur ayam milik Aksa setelah pesanannya datang kemudian memberikannya pada Aksa.

“Nih, makan,” ujarnya singkat.

Aksa yang raut wajahnya terlihat masih kusut hanya menatap bubur miliknya yang masih mengepulkan asap.

“Makan bang jangan bengong,” ucap Shanine lagi, mencoba menyadarkan temannya dari lamunan.

“Mbul.”

“Apa?”

“Sini gue adukin bubur lo..”

“DIH engga gamau gua bukan tim aduk.”

“Kali ini tim aduk aja.”

“Kenapa tadi lo ga aduk bubur lo sendiri aja sih elahh orang aneh.”

“Ya.”

Mendengar jawaban sahabatnya yang mulai tidak nyambung, Shanine menghela napas pelan, menyerah. Ia akan membiarkan saja temannya melakukan apapun yang temannya ini inginkan saat ini.

“Yaudah nih aduk dah aduk,” ucap Shanine sembari menyodorkan mangkuk bubur miliknya yang isinya masih tertata rapi. Aksa langsung menerima mangkuk tersebut dan mengaduknya rata seolah meluapkan semua kekesalannya pada bubur itu.

“Nih udah,” ujar laki-laki itu kemudian mengembalikan mangkuk bubur sahabatnya.

“Makasih?” balas Shanine sambil menatap buburnya yang kini sudah tidak berbentuk.

Sekitar dua puluh menit mereka habiskan dalam diam sembari memakan bubur ayam masing-masing. Shanine akui ternyata metode bubur aduk tidak begitu buruk. Kini mereka telah menyelesaikan acara makan-makan buburnya. Masih terlihat tidak ingin bicara, Shanine hanya membiarkan sahabatnya ini larut dalam lamunannya. Begitulah dua sahabat ini, mereka akan saling paham meski tidak berbicara sekalipun, mungkin sudah terbentuk ikatan batin antara keduanya karena sudah berteman sejak kurang lebih lima tahun.

“Mbul, jalan-jalan yuk.”

“Sekarang?”

“Ya.”

“Ga ah gila lo udah jam 10 malem lo mau kemanaaa Juniiii,” balas Shanine dan yang diajak bicara hanya menatap datar ke arah jam dinding.

“Nonton?”

“Besok aja gimana besok? Besok kan Sabtu nih kita ga sekolah, kita nonton dah sore mau gak?” tawar Shanine.

“Mau.”

“Oke, sekarang kita pulang.”

“Ya.”

Dua sahabat itu kini menuju parkiran. Aksa menyiapkan motornya, bersiap pulang.

“Naik,” ujar Aksa.

“Oh? lo mau anter gue? Gapapa?”

“Ya.”

“Beneran ya gue naik ya.”

“Ya.”

Aksa melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Semilir angin malam semoga dapat membantu menyejukkan pikiran mereka yang sedang tidak baik-baik saja hari ini. Harum parfum pada baju Aksa yang entah bagaimana masih tercium jelas meski sudah seharian ia gunakan membuat Shanine merasa nyaman. Tidak terasa sepuluh menit setelahnya motor Aksa sudah tiba tepat di depan gerbang rumah Shanine.

“Makasih Jun,” ucap Shanine sembari mengembalikan helm milik Aksa yang tadi ia gunakan.

“Iya, termos lo besok gue balikin ya.”

“Santai aja, balikin kapan aja terserah lo. Udah ya jangan bete lagi, gue yakin masih ada kesempatan buat lo kok Jun.”

“Iya makasih. Gue duluan ya Mbul, makasih udah bawain air madu dan mau susulin gue.”

“Iyeeee. Dah sana pulang, jangan ngebut.”

“Yaaa.”

Shanine langsung masuk ke dalam begitu motor Aksa sudah tidak terlihat dari kejauhan. Gadis itu masuk ke kamarnya, berganti baju, mencuci wajah, dan menyikat giginya, bersiap untuk tidur. Shanine berbaring di kasurnya dengan nyaman sambil memainkan ponselnya, membuka twitter dan instagramnya. Sedang asyik memainkan ponselnya, notifikasi dari Aksara membuatnya sedikit terkejut. Shanine langsung membuka notifikasi tersebut, menemani Aksa yang masih merasa sepi.