Good morning, Nath
Pagi itu udara masih terasa cukup dingin, pun harum embun masih dapat tercium jelas dari dedaunan yang basah itu. Angin dingin yang berhembus menyambut seorang gadis yang baru saja menapakkan kakinya turun dari mobil, membuat perempuan itu langsung mengeratkan cardigan-nya untuk melawan hawa dingin yang tercipta. Ya, Grizella baru saja turun dari gocar yang ia pesan pagi ini untuk pergi ke rumah kekasihnya. Wanita dengan tote bag putih yang ia sampirkan pada pundak kirinya itu juga tampak sedang membawa sebuah paper bag cokelat di tangan kanannya, ia kemudian melirik sekilas jam tangan silver yang melingkar manis di pergelangan tangannya itu, jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, masih cukup pikirnya untuk menemani Nathan sarapan lebih dulu sebelum mereka pergi ke kampus nanti.
Dengan senyum cerahnya, Grizella mulai melangkahkan kaki mendekati rumah yang cukup besar itu, sebuah rumah dengan cat oranye hangat dan pagar besi besar yang mengelilinginya. Dari depan, dua mobil yang tengah terparkir di garasinya dapat terlihat, salah satunya adalah mobil Nathan yang biasa ia gunakan dan mobil lainnya terparkir rapi tepat di sampingnya.
Gadis itu kemudian menekan tombol bel rumah yang terletak tepat di sisi kanan pagar rumah tersebut, menunggu seseorang membukakan pagar itu untuk membiarkan ia masuk. Grizella berjinjit, mencoba mengedarkan pandang hingga pintu kayu dari rumah itu tiba-tiba saja dibuka oleh pemiliknya, menampilkan seorang wanita paruh baya dengan gaun tidur yang nampak anggun untuk tubuhnya yang terbilang cukup ramping untuk ukuran wanita berumur empat puluhan. Wanita paruh baya yang merupakan ibunda dari Nathan itu lantas tersenyum dan dengan cepat menghampiri Grizella yang masih berdiri di sisi luar pagar rumah.
“Pagi, Tante Rumi,” sapa Grizella ramah usai ibu dari kekasihnya itu membuka pagar besi untuknya. Tante Rumi, begitulah Grizella biasa memanggil wanita berambut pendek itu.
Perempuan bernama Rumi kemudian membalas dengan senyum hangat, “Selamat pagi, Grizella sayang, apa kabar, Nak? Kok nggak bilang mau ke sini?” ujarnya seraya memberikan Grizella pelukan hangat.
Grizella, masih dengan senyum yang terukir di wajah mungilnya itu lantas menjawab, “Hehe iya, Tante... tadi malam Nathan bilang mau makan spaghetti bikinan Ijel, jadinya Ijel dateng pagi-pagi deh.”
“Oalah anak itu banyak permintaan, ya udah yuk masuk, dingin di luar.” Rumi lalu merangkul lembut pundak Grizella dan membawanya masuk ke dalam rumahnya.
“Naik aja ke kamar Nathan, Nak, anaknya masih tidur kayaknya,” ujar Rumi tadi setelah Grizella meletakkan paper bag cokelat miliknya di atas meja makan di dapur. Jadilah gadis itu kini berdiri tepat di depan pintu bercat putih dengan sebuah papan gantung kecil bertuliskan ‘Kamar Nathan: kalo mau masuk ketuk pintu dulu atau nggak dibukain’. Grizella lalu dibuat tersenyum oleh tulisan yang jelas-jelas ditulis oleh kekasihnya itu, lucu, batinnya.
Perempuan itu lantas mengetuk pelan pintunya sebanyak tiga kali, namun tidak ada jawaban dari balik sana, mungkin Nathan masih terlelap dan tidak mendengarnya, pikirnya. Ia kemudian dengan hati-hati menggerakkan gagang pintu itu turun, hendak membukanya. Dengan dorongan yang amat pelan—takut jika suara derit pintu yang dihasilkan akan mengejutkan Nathan—gadis itu kini berhasil melongokkan kepalanya dan mengintip ke dalam. Lampu tidur di ruangan tersebut masih menyala, gordennya juga masih tertutup rapat, pun pemilik ruangan persegi itu masih terlelap menghadap tembok, memunggungi Grizella yang kini sudah melangkah masuk.
“Nath? Maaf ya aku masuk nggak izin, tapi aku udah ketuk pintu kok,” ujar Grizella seraya mendekatkan diri pada kekasihnya yang wajahnya masih damai terlelap.
Grizella lantas mendudukkan dirinya di tepi ranjang tepat di samping kepala Nathan. Gadis itu lalu tersenyum lembut, tangannya ia daratkan pada puncak kepala laki-laki itu untuk kemudian ia belai pelan surainya yang tampak berantakan. Rasa sayang yang memenuhi dadanya kini semakin membuat Grizella berdebar hebat. Gadis itu memejamkan mata, lantas menarik napas panjang, mencoba membiarkan oksigen lebih banyak masuk ke rongga dadanya, ikut membawa harum parfum Nathan yang mendominasi ruangan tersebut. Wangi manis yang selalu Grizella sukai jika berada dekat dengan Nathan.
“Nath, bangun yuk? Spaghetti-nya udah ada di bawah lhoo,” ujar Grizella lagi, ia masih mencoba membangunkan kekasihnya meski yang dibangunkan itu masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin bangun dari tidur lelapnya.
Mencoba memikirkan cara lain untuk membangunkan Nathan, Grizella kini memajukan sedikit wajahnya pada telinga kanan Nathan, ia lantas sedikit berbisik, “Nath, Nath, ada UFO mau liat nggakk? Cepetan keburu kaburr.”
Masih sama. Belum kunjung ada respons dari laki-laki itu. Grizella bergerak mundur, menjauhi wajahnya dari Nathan, namun tangannya masih tak berhenti memainkan rambut kekasihnya.
Gadis itu tersenyum lembut, “Capek banget ya, Nath?”
Di menit selanjutnya, setelah kalimat tanya itu keluar dari bibir Grizella, alis Nathan mulai bergerak, tampak berkerut, laki-laki itu lalu memutar tubuhnya dan meregangkannya, belum menyadari kehadiran Grizella yang sekarang sudah bangkit dari posisi duduknya tadi. Nathan mengusap wajahnya, mencoba untuk meraih kesadaran sepenuhnya, hingga ketika kedua maniknya terbuka ia menemukan Grizella yang sedang tersenyum dengan manisnya.
“Good morning, Nathan,” sapa gadis itu ceria.
Seulas senyum kini hadir pada wajah Nathan, “Morning, Ijel.”
Grizella lantas berjalan mendekati jendela kamar Nathan yang masih tertutup rapat, kemudian dibuka olehnya gorden tersebut lebar-lebar, membiarkan semakin banyak cahaya matahari pagi yang hangat masuk ke dalam kamar Nathan. Ia kemudian membuka jendela tersebut, sehingga angin sejuk dapat ikut masuk.
“Kok udah di sini aja sih, Jel? Aku masih buluk gini baru bangun tidur, kamunya udah cantik dari ujung rambut sampe ujung kaki,” ujar Nathan sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara, meregangkan punggungnya yang terasa kaku.
Grizella terkekeh pelan sebelum tangannya bergerak mematikan lampu tidur milik Nathan yang terletak di meja kecil tepat di samping ranjang, “Ya kamu di-chat nggak bales, jadi ya udah aku langsung ke sini aja.”
“Spaghetti,” ucap Nathan pelan.
“Iya di bawah spaghetti-nya, yuk turun sekarang?”
“Peluk dulu, boleh?”
Grizella sempat diam, ia lalu tersenyum lembut sebelum akhirnya berjalan mendekati Nathan dan merengkuh tubuh yang lebih besar itu pada dekapan hangatnya. Tangan kanan gadis itu lalu bergerak naik turun mengelus punggung laki-lakinya, membuat sang empu kini memejamkan mata karena rasa nyaman yang diberikan oleh Grizella.
Setelah dirasa cukup, pelukan keduanya lantas terlepas, “Udah yuk buruan mandi terus makan, kita ada kelas pagi,” sambung Grizella.