Jenguk

Aksa membuka matanya, ia baru saja bangun dari tidur siangnya. Dilihatnya Shanine sudah berada tepat di samping ranjangnya. Gadis itu sedang menikmati makan siangnya sehingga tidak menyadari Aksa yang kini sudah menatapnya lekat. “Shanine,” panggil Aksa pelan. Shanine yang terkejut langsung menoleh dan menatap sahabatnya.

“Kaget! Oh udah bangun lo Jun?” ujar gadis itu kemudian meletakkan sendok yang dipegangnya dan mencoba duduk lebih dekat pada Aksa.

“Lo belom makan siang Mbul?” tanya Aksa.

“Belom.”

“Kok belom?”

“Ya lu tadi nyuruh gue cepetan kesini? Jadi ya udah gue pulang sekolah langsung kesini,” jawab Shanine.

“Ya ga apa-apa kali makan dulu di sekolah Nin,” ujar Aksa. Pria itu mencoba untuk mengubah posisi duduknya.

“Engga ah ntar lo bangun belom ada gue lo ngambek?” balas Shanine kemudian mencoba membantu Aksa memindahkan posisi duduknya, dipindahkannya beberapa bantal yang mengganggu kenyamanan temannya.

Thanks,” ujar Aksa pada Shanine yang telah membantunya.

“Itu apaan Mbul? Banyak banget bonekanya? Punya lo?” lanjut Aksa setelah melihat banyak sekali hadiah yang diletakkan di sofa kamar rawatnya. Cokelat, paper bag berisi banyak makanan, boneka beruang, boneka kelinci, selimut, dan beberapa surat.

“Punya lo. Dari itu, gdm,” jawab Shanine singkat, sedang pria yang diajak bicara hanya mengangguk. Mungkin saat teman-temannya menjenguk tadi ia masih tertidur.

“Ya udah lo lanjut makan aja. Makan yang banyak,” ujar Aksa.


Sekarang hanya ada Shanine yang menemani Aksa. Saat Aksa tertidur tadi, memang benar Hanessa ada di sana untuk menjaga anaknya, namun belum lama sejak kedatangan Shanine, Hanessa izin pulang lebih dulu karena ada beberapa urusan yang harus dilakukannya dan menitipkan putranya pada Shanine. Hanessa tahu gadis itu selalu dapat dipercaya. Luka di kepala Aksara tidak begitu parah. Menurut ucapan Hanessa, dokter bilang Aksa sudah bisa pulang besok pagi. Hal itu membuat Shanine sedikit merasa lega, meski Aksa sepertinya belum diizinkan untuk pergi ke sekolah satu atau dua hari ke depan. Jika gadis itu boleh jujur, sekolah tanpa Aksa sangat tidak menyenangkan. Selain karena Aksa adalah satu-satunya sahabatnya, Shanine sebenarnya juga sedikit sulit akrab dengan teman-teman di sekitarnya. Biasanya ia hanya akan menunggu seseorang mengajaknya bicara lebih dulu. Hanya Aksa yang selalu menghampiri mejanya kapan pun pria itu mendapat kesempatan untuk berjalan-jalan di dalam kelas. Shanine sangat bersyukur semesta mengizinkannya berada di sekolah dan kelas yang sama dengan Aksa selama lima tahun.

“Nin besok gue boleh pulang,” ucap Aksa.

Shanine yang masih membereskan tempat makannya hanya mengangguk pelan.

“Tapi gue belom boleh sekolah masa,” lanjut Aksa.

“Iya,” jawab Shanine singkat.

“Terus gimana?”

“Gimana apanya?”

“Ga bisa ketemu lo dong.”

Shanine yang terkejut dengan ucapan temannya kemudian menoleh. “Lo aneh Jun serius. Gue takut,” ucapnya.

Tawa Aksa kemudian terdengar, “HAHAHA emang biasanya gue gimana?”

“Ya, lo tuh nyebelin biasanya. Eh tapi sekarang masih sih,” jawab Shanine. Gadis itu kembali duduk di sebelah ranjang Aksa usai membereskan barang-barangnya. Kini mereka bertatapan. Tidak ada yang bicara, hanya mata mereka yang tampaknya saling mencari isi hati masing-masing lawan bicaranya.

Shanine yang mulai mengalihkan pandangnya pun akhirnya memutuskan untuk membuka pembicaraan, “Lo mau gue teleponin Kayla? Kangen kan lo pasti sama dia,” ucap gadis itu sembari mengutak-atik ponselnya.

Aksa yang mendengar ucapan sahabatnya pun reflek memegang tangan Shanine, mencoba menghentikan gadis itu dari kegiatannya, “Engga, jangan, gue ga kangen,” ucapnya.

Shanine hanya menatap Aksa heran, Aneh, pikirnya.

“Serius? Lo ga mau dijenguk Kayla lagi?” tanya Shanine memastikan.

Aksa menjawab dengan anggukan, “Ya, serius. Gue maunya ngobrol sama lo aja sekarang,” jawabnya.

Shanine yang masih bingung pun akhirnya menuruti permintaan pria itu, diletakkan ponselnya di dalam saku roknya. Mereka pun berbincang cukup lama, Shanine menceritakan seluruh kejadian yang terjadi di sekolah hari ini, mulai dari menu baru di kantin hingga teman-temannya yang masih meributkan kondisi Aksa. Tidak lupa gadis itu juga memberikan buku catatannya pada Aksa. Hari ini ia sudah mencatat pelajaran dengan sungguh-sungguh.


Hari sudah mulai malam, Sakha kemudian datang untuk menemani Aksa malam ini di rumah sakit. Shanine yang sudah sejak tiga jam lalu menemani Aksa akhirnya dipaksa pulang oleh Sakha, “Sudah malam, Shanine,” ujar Sakha. Sebenarnya Sakha menawarkan diri untuk mengantar Shanine pulang, namun sekali lagi, gadis itu mementingkan Aksa dibandingkan dengan dirinya, “Ga apa-apa bang Sakha temenin Aksa aja, Shanine bisa balik sendiri kok,” ucapnya kemudian meninggalkan kamar rawat Aksa.